Kesempurnaan Tidak akan Pernah Ada

Kesempurnaan Tidak akan Pernah Ada!
(tidak ada kesempurnaan) yang pernah ada dalam kehidupan di alam semesta (dunia) ini.

Alasan sederhananya adalah karena “kesempurnaan” hanya ada ketika hidup menjadi “tidak ada” – atau hidup adalah lawan dari kesempurnaan.

Kita berpikir untuk memperbaiki semuanya untuk mencapai yang namanya (kesempurnaan), tetapi sesungguhnya itu sama seperti kita hanya berusaha untuk “menangkap angin” – yang artinya kita mencoba memperbaiki sesuatu yang tidak hanya saya tidak bisa, tetapi lebih banyak sesuatu yang tidak akan pernah kita perbaiki.

Terlebih lagi, adalah masalah fakta bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat memperbaiki apa pun menjadi sempurna, sebab hukumnya adalah (segala sesuatu dalam hidup ini tidak sempurna).


Merendahkan diri untuk menyadari bahwa sebenarnya kita adalah tidak ada dan kita bukan siapa-siapa dan kita tidak akan menjadi siapa pun (setiap kita adalah kita).

Kesadaran ini penting bahwa, mulai sekarang, kita harus menghindari untuk berpikir dan menggunakan kata-kata yang mengandung unsur keadaan atau materi “terdefinisi” atau “disempurnakan”.


Hukumnya adalah (segala sesuatu dalam hidup ini tidak sempurna).

Source: https://www.facebook.com/

This is What I have Found: “Perfection” Never Existed

I have spent more than a half century of my life to find “perfection” in this life. However, so far I have found “no perfection” ever existed in this life, in this living, in this universe.

The simple reason is because “perfection” only exists when life becomes “non-existent”, or life is the opposite of perfection.

I found out that the best word for my understanding of ” perfection ” is “accepting things as they are“, not as I want.

Eleborate….

If I want to fix everything into perfection, then I found myself I am just trying to “catch the wind”, meaning I am trying to fix something that not only I cannot, but more something that I will never fix. Moreover, it is a matter of fact that there is nobody in this world that can fix anything into perfection. Everything in this life is imperfect.

For so long, I have said to myself and to people, “this is the best way, if not they only way to …..”, but some years later, I found out and humbled myself to realise that actually I was nobody and I am nobody and I will be nobody.

Now I realise that from now on, I should avoid to think and use words that contain the element of “defined” or “perfected” state of reality or matter.

Today we have many Melanesians, particularly in West Papua coming up with various discourses and comments on how to

  1. develop strategies and techniques to build West Papua to become more modern;
  2. develop strategies and techniques to free West Papua from Indonesian occupation
  3. develop strategies and techniques to free West Papua from terror, intimidation, land-grabbing, deforestation, extraction industries, and murder in West Papua

Yes, I know these issues are not only applicable for West Papua and Melanesians but they also apply to almost all indigenous peoples around the world.

Indigenous Peoples’ Hope for Perfection and the Reality

We indigenous peoples of the world have a big gap in reality between “what we want to achieve” and “what we have today”; between “what we know about the life before foreigners came and the life today after they came.” We start our story of “imperfect” life by going back to colonial history, slavery, decolonization, neocolonialism and liberation and nationalism.

This is what we think we can do

We think that if we had our own nation-stated called “The Republic of West Papua” then we will live in peace and harmony with each other and among all communities of beings.

We think that when Indonesia is out from West Papua we will have total freedom to express our will, wish and aspiration. Just by looking at East Timor, Papua New Guinea and Indonesia, I can quickly deny that this is a bad dream, because this is not realistic and will not become a reality in a free and independent Republic of West Papua.

For simple reason, the story of modern nation-states imposing bans, restrictions on freedom of assembly and freedom of expression are very common. Many restrictions are imposed on Indonesian people today to express the peoples’ will. Not only that, we know more Indonesians killed by Indonesian armed forces and police within 74 years compared to the number of Indonesians killed by the Dutch Colonial Government for 350 years. Yes, an independent state of Indonesia has killed more Indonesian citizens than the amount that foreign colonial power have ever killed.

We know more than 500,000 Melanesians in West Papua were killed by Indonesian police and army who at first place ever claimed freeing Melanesians in West Papua from the Dutch colonial power. In fact NONE ever been killed by the Dutch colonial power who occupied West Papua since 1811 – 1960.

This is What I have Found: “Perfection” Never Existed

We think it is only indigenous peoples that have the big gap between hope and reality. But in fact, “all humans” and it is better to say, “all life” are in fact inherently “imperfect”. There are many very rich people who suffer from various mental diseases, emotional problems, spiritual instability. These make them realize that having a lot of material goods is not the solution for life.

Some people say that modern people are better off compared to tribal people, but the matter of fact today, I can confidently declare that this is not true, totally untrue.

Many people say that the more you have material goods, the more you are happy. This is truly untrue.

Many people say that I will get married only after West Papua gains its independence from Indonesia. This is a statement of “self-punishment”.

Many people say that

This is what I am doing after this “enlightenment”

  1. I am accepting things as they are without complaint, without comment.
  2. I am thankful with what I have, no matter less, no matter more.
  3. I tell myself, “enough is enough!” and welcome and embrace anything that comes and goes, with joy, with thankfulness, and with no comment

This life is not perfect, that lives before and after this are not perfect either. Perfection only arrives at the terminal called “compromise” and “accept” what is possible, and then “thankful” for it.

That does not mean

That does not mean that you cannot tell me about your reality of “perfection”, because I do not want to say about “perfection” by not giving you to disagree or to agree.

Suami-suami di Papua diminta stop Miras

Jayapura, Jubi – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPP) dan Keluarga Berencana Provinsi Papua, meminta para suami untuk meninggalkan kebiasaan mengkonsumsi Miras yang hanya memberikan dampak buruk bagi kehidupan keluarga.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) dan Keluarga Berencana Provinsi Papua, Anike Rawar mengatakan Miras menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, sehingga pihaknya tak akan berhenti mengingatkan seluruh warga, khususnya kaum laki-laki untuk stop Miras.

“Kami tetap memerjuangkan perempuan dan anak supaya merasa tenang dan aman di lingkungan keluarganya. Jadi para suami jangan lagi mengkonsumsi Miras, melainkan menyayangi istri dan anak yang merupakan generasi penerus bangsa,” kata Rawar, di Jayapura pekan kemarin.

Menurut ia, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua, sudah mulai mengalami penurunan di 2018 lalu.

“Menurunnya jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak ini menyusul masyarakat dinilai telah sadar terhadap dampak buruk miras yang menjadi pemicu utama terjadinya kasus kekerasan,” ucapnya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise menyatakan perempuan dan anak di Papua masih mengalami diskriminasi, peminggiran serta kemiskinan (marjinalisasi), pelabelan (stereotype), dan menjadi kelompok yang paling rentan mengalami dampak berlipat dari kekerasan di Papua.

Untuk itu, dirinya meminta isu perlindungan perempuan dan anak di Papua harus terus dilakukan, dan membutuhkan sinergitas seluruh pemangku kepentingan yang ada di Bumi Cenderawasih.

“Memangun kesadaran pentingnya perlindungan perempuan dan anak menjadi tugas semua pihak,” kata Yembise.

Apalagi kata ia, pihaknya mencatat sepanjang 2018 terjadi 10.078 kasus kekerasan fisik, kekerasan psikis, maupun kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia. Sementara Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mencatat sepanjang 2017 terjadi 2.227 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia, bertambah dari jumlah 1.799 kasus pada tahun sebelumnya.

“Kami selama tiga tahun terakhir menggencarkan perlindungan perempuan dan anak, antara lain dengan melibatkan partisipasi laki-laki untuk mengarus-utamakan isu itu serta melakukan kampanye “Three Ends” sebagai kunci memberdayakan perempuan dan melindungi anak,” ujarnya. (*)

Editor: Syam Terrajana

Bagaimana Kata-Kata dapat Merubah Otak dan Kehidupan Anda

By M.Farouk Radwan, MSc., Terjemahan Jhon Kwano

Kekuatan kata-kata

Bagaimana kata-kata dapat merubah kondisi mental dan mempengaruhi perilaku anda. Dalam eksperimen yang dilakukan oleh seorang psikologi seorang mahasiswa diminta menyusun kata-kata acak untuk menciptakan kata-kata yang berarti. Kata-kata yang dimintakan ini mirip dengan kata-kata berikut:

  • tua, Ketua, duduk, di, orang itu
  • air, Minum, menurunkan, kusut
  • cepat, lewat, Waktu

Setelah mahasiswa tadi menyusun kata-kata ini dia keluar dari ruangan langkah kakinya lebih pelan daripada kecepatan langkah biasa. Apakah anda tahu apa yang telah terjadi? Kata-kata yang dia susun tadi membuat pikirannya memvisualisasi kondisi pikiran sebagai orang tua dan akibatnya cara berjalan dia menjadi mirip dengan orang tua beberapa menit setelah menyelesaikan ujian ini.

Dalam eksperimen lainnya mahasiswa dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok yang pertama dimintakan untuk memikirkan bagaimana rasanya kalau anda menjadi profesor, sementara kelompok lainnya dimintakan untuk memikirkan bagaimana rasanya bila anda pendukung tim sepak bola.

Setelah 5 menit berlalu kedua kelompok diberikan sejumlah pertanyaan sains untuk dijawab dan kelompok pertama menjawab lebih banyak benar daripada kelompok kedua. Kedua kelompok punya pengetahuan yang sama dan tingkat intelijen yang sama tetapi kondisi pikiran dari kelompok pertama menunjukkan pikiran mereka tentang kata-kata tadi melayang di pikiran mereka dan dalam pikiran ini mereka menjawab pertanyaan dengan benar.

Kekuatan kata-kata

Pikiran anda sama dengan kota besar dengan jutaan jalannya. Begitu anda mulai tentukan titik mulainya, maka pikiran anda akan membawamu ke jalan yang dituju secara otomatis. Dalam eksperimen sebelumnya kata-kata digunakan untuk menempatkan orang pada jalan-jalan tertentu dan akibatnya hasil dari pikiran bawah sadar terus melakukan tugasnya dan menibakan mereka ke jalan akhir.

Bila anda terpapar kepada kata-kata positif selama beberapa detik anda paling-paling berpikir yang positif beberapa menit kemudian. Eksperimen lainnya telah menunjukkan bahwa orang yang terpapar dengan kata-kata kebajikan akan lebih berbaik-hati kepada orang lain di menit-menit selanjutnya menyusul paparan dimaksud.

Nah, apakah anda paham apa artinya?

Anda sesungguhnya dapat menempatkan pikiran orang di berbagai tempat menggunakan kata-kata saja. Biarpun anda sedang membicarakan topik yang tidak terkait dengan emosi, kata-kata yang dipilih sesungguhnya dapat mempengaruhi “mood” dan “perilaku” mereka.

Gunakanlah kata-kata yang kuat, kekuatan, power, kekekalan, puncak sementara berbicara dan anda akan memperkuat orang lain menjadi lebih kuat walaupun hal yang mereka bicarakan adalah tentang bagaimana memasak makanan.

Jenis pesan apa saja yang dapat menyinggung?

Kalau kata-kata dapat mempengaruhi emosi dan perilaku orang dengan berarti, membayangkan (memvisualisasi) sesuatu dapat berdampak lebih besar. Menonton satu film bisa punya dampak lebih besar.

  • Jenis film apa saja yang anda tonton?
  • Jenis musik apa saja yang anda dengarkan ratusan kali per minggu?
  • Jenis pesan apa yang sedang anda baca dan menyuguhkan kepada otak anda?
  • Apakah anda mengajar dirimu sendiri menjadi lemah tanpa memperhatikannya?
  • Apakah anda sedang mencuri kekuatanmu sendiri dengan menaruh perhatian kepada apa yang sedang terjadi dengan otak anda?

Dalam buku saya “Bagaimana mengatasi seseorang dalam beberapa hari” saya katakan bahwa salah satu alasan utama yang menghindarkan orang dari pemulihan setelah perceraian secara cepat adalah kata-kata yang mereka dapatkan saat mereka mendengarkan musik-musik romantik yang sedih (musik cinta cengeng).

Rasa percaya diri yang kurang dapat dihasilkan oleh kata-kata negatif yang ada di otak anda dalam waktu lama. Ketidak-sanggupan untuk “fight-back”, ketidak-berdayaan dan kekurang-motivasi bisa saja berasal dari kata-kata yang terpapar sepanjang hari kepada anda.

Kini anda sudah paham kekuatan kata-kata. Pasikan anda menjaga kata-kata setiap kali dia terpapar agar tidak mempengaruhi. Fokus supaya terpapar dengan media posotif saja dan abaikan apa saja yang bisa menurunkan derajat, kekuatan, percaya diri, kepribadian Anda. Sampahkan lagu-lagu negatif dan gantikan dengan lagu-lagu yang lebih positif. (lihat juga Bagaimana musik mempengaruhi emosi)

Bisa jadi anda adalah produk dari kata-kata yang sekian lama terakulumasi di otak anda. Pilihlah kata-kata, dan dengan demikian anda memilih nasib anda sendiri.

Kerja, Kutukan atau Tujuan Hidup? Merusak Masa Depan Papua

Dulu orang pegunggan terkenal karena paling hebat kerja. Tapi sekarang budaya asli dan ajaran Firman mulai hilang walaupun orang bicara “mandiri” terus menurus. Di budaya dulu kalau laki laki belum tau bikin pagar, kebun, honai dan berburu dan berperang tidak mungkin dia bisa “mandiri” karena dia masi status anak, tukang minta minta….

Benjamin Wisley

Click di Sini untuk Video Lengkap

Prinsip “kerja” atau “bekerja” yang disampaikan di sini mengandung pemikiran konseptual, menggambarkan cara melihat apa yang kita lakukan dari sisi manfaat bagi peri kehidupan daripada sebatas manfaat ekonomi pribadi atau keluarga sendiri.

Aspek lain yang disinggung di sini ialah bekerja dan makan hasil keringat sendiri, bukan hasil tunggu-tunggu tiap bulan tanpa kerja apa-apa. Menjadi guru di Bokondini tetapi setiap hari tinggal di Jayapura, terima gaji dan habiskan gaji di Jayapura, misalnya.

Hal ketiga yang disinggung oleh pembicara di sini ialah slogan Papua Mandiri, bahwa Papua tidak bisa mandiri dengan paradigma berpikir sekarang, segala sesuatu harus dibantu oleh orang luar, oleh LSM luar, oleh gereja, oleh Pemerintah baru Papua bisa maju. Sementara pembicara sudah puluhan tahun berupaya mendidik dan membangun OAP untuk kemudian memimpin sekolah-sekolah yang didirikannya, tetapi beliau merasa ini gagal.

Katanya menurut rencana dulu ada 6 kampus yang mau dibangun, tetapi sebagian besar kampus saat ini tidak ada tenaga yang cukup dari OAP sendiri, terpaksa harus menyewa tenaga non-OAP dan bekerja di sekolah yang didirikannya, yaitu “Op Anggen”, yang dalam bahasa Indonesia artinya “Buah yang Baik”.

Penutup

Terlibat fokus pembicaraan di sini ialah bahwa orang gunung Papua yang dulunya terkenal rajin, ulet dan bertanggungjawab dan mampu mandiri itu tidak dapat diandalkan lagi.

Faktor pendidikan dan pengaruh dari luar dan faktor cara OAP sendiri menapis dan memilah dalam interaksi dengan dunia luar atau dengan perkembangan yang sedang terjadi menjadi faktor penentu.

Kalau seandainya OAP memiliki paradigma dan konsepsi tentang diri sendiri yang jelas dan mantap, maka apapun yang datang dari luar tidak akan merubah sendi-sendiri kehidupan, pola pikir dan konsep dasar kehidupan, sehingga interaksi oleh dunia luar tidak akan menghancurkan banyak, tetapi akan membantu meningkatkan dan memperkuat posisinya di dalam interaksi dimaksud.

Mari kita belajar dan terus belajar. Terutama belajar dari orang-orang yang telah berkarja di Tanah Papua dengan setulus hati, tanpa pamrih, dan bahkan yang mereka dapatkan ialah amarah, curiga dan caci-maki dari OAP sendiri.

Cari Nama Merusak Masa Depan Papua

Dalam Video ini salah satu orang Amerika Serikat yang sudah lama mengabdi di Tanah Papua, lebih mengabdi daripada orang yang menamakan diri OAP (Orang Asli Papua) dan lebih berdedikasi dan lebih menunjukkan kerja di lapangan di Tanah Papua, terutama sekali di pegunungan tengah.

Pendapat Pak Wisely tentang apa yang sebenarnya terjadi di Tanah Papua saat ini, terutama selama 25 tahun belakangan perlu disimak dan dipelajari dalam rangka membangun “paradigma berpikir” dan “konsep” tentang diri sendiri dan tentang dunia semesta yang lebih baik, lebih jelas, lebih obyektif dan lebih komprehensif menyeluruh sehingga konsep tentang diri kita menjadi lebih utuh dan lebih membantu kita dalam mengembangkan diri ke depan.

Dengarkan Kesan Pesan Pak Wisely di sini

Menurutnya pengalaman pribadi Pak Wisely dengan nyata beliau melihat pertama-tama perubahan perilaku OAP begitu cepat, dulunya OAP selalu tersenyum, selalu ramah, selalu menerima sesama, sekarang OAP menjadi muka murah, penuh dengan curiga, penuh dengan dendam dan selalu berusaha untuk menyalahkan dan bersaing dengan orang lain dengan cara menghalang-halangi apa yang dikerjakan oleh sesama.

Dengan kata lain persaingan yang terjadi di Tanah Papua sangat tidak sehat.

Pak Wisely melihat masing-masing Bupati, Gubernur dan semua pejabat pemerintahan dan politik sedang “cari nama” sehingga dengan mudah mereka mengorbankan kepentingan-kepentingan umum. Masing-masing pihak berusaha membangun reputasi mereka sehingga mereka tidak perduli dan bahkan menghalangi apa yang dikerjakan oleh orang lain.

Kesimpulan

Kalau mau berbuat untuk Tanah dan bangsa Papua, berbuatlah tanpa pamrih, tidak usah mengharapkan pujian dari siapapun. Berbuatlah dengan sepenuh hati.

Kalau mau berbuat untuk tanah dan bangsa Papua, jangan dengan cara menghalang-halangi atau membatasi atau merusak apa yang dikerjakan oleh orang lain, atau bangsa lain.

Kita harus berlajar menerima setiap orang dengan kelebihan dan kekurangannya dan kita harus berani menerima apa saja yang dikerjakan oleh orang lain dan harus berani mengakui karya-karya, serta mendukung masing-masing menurut fungsi, peran, jabatan dan kelebihan serta kekurangan yang kita miliki.

Karena pada dasarnya manusia itu terbatas, terbatas dari berbagai sisi.

Orang Papua Lebih Sibuk Urus Pendudukan NKRI, tetapi Bermesraan Dengan “Alcoholism” yang Lebih Menjajah

Saya termasuk “korban” yang sudah dapat mengkleim diri “merdeka” sebagian besar dari “alcoholism”. Pendudukan pikiran dan jiwa, penjajahan mental dan psikologis yang dilakukan oleh “Alkohol”, termasuk perusahan rumah tangga sama-sekali tidak pernah dilawan oleh bangsa Papua. Ini menjadi renungan saya ketika kita bangsa Papua ramai-ramai memeriahkan kemerdekaan Negara West Papua 1 Desember 2018 ini. Semua Orang Asli Papua (OAP), tidak perduli mereka yang turun berdemo di jalan raya atau mereka yang berkantor di provinsi, kabupaten, kota, distrik dan bahkan mereka yang ada di Gedung DPR RI dan Istana Presiden Indonesia sekali-pun, semua OAP punya suara nurani, yang mengatakan “1 Desember adalah HUT Kemerdekaan-mu”

OAP merasa bahwa ketika Nieuw Guinea Raad atau Dewan New Guinea atau KNPB versi 1960-an mengumumkan Manifesto Politik 1961, maka itu merupakan Deklarasi Kemerdekaan. Itu yang dipercaya sampai dirayakan setiap tahun sejak 1 Desember 2000. Tahun-tahun sebelum itu yang diperingati sebagai HUT Kemerdekaan Negara Republik West Papua ialah 1 Juli 1971.

Antara Merdeka dari Indonesia dan Merdeka dari Alkoholisme, mana yang lebih pnting?

Kalau saya ditanya hari ini, saya harus terus-terang bahwa kemerdekaan dari Alcoholism adalah yang fundamental dan haruslah menjadi pengalaman pribadi lepas pribadi OAP. Dan karena itu kalau ada OAP yang masih menjadi budak Miras atau minuman beralkohol, maka sebaiknya dia harus berupaya mengalahkan alkoholisme dulu sebelum berjuang secara politik.

Kalau kita keliling dunia dan menyaksikan dinamika kehidupan bangsa-bangsa di muka Bumi, dengan mudah kita akan temukan dan tidak perlu studi mendalam untuk membuktikan bahwa semua bangsa yang pernah dijajah, dan sedang dijajah, serta meminjam kata Dr. Benny Giay, bangsa yang “memenuhi syarat untuk dijajah” ialah bangsa-bangsa yang “suka dengan alkohol” atau alkoholik, atau bangsa-bangsa yang dijajah dan diperbudak oleh minuman keras.

Bangsa yang merdeka dari alkoholisme seperti orang Jawa, orang Sulawesi, orang Singapore, orang Thailand, orang Bali, orang Vanuatu, orang China dapat dengan mudah kita bandingkan dengan bangsa-bangsa yang bermental budak seperti yang kita tahu di pulau New Guinea: West Papua dan Papua New Guinea, Irlandia, Aboriginal Australia, American Indian dan rata-rata ras Afrika di Benua Hitam. Perbudakan oleh Alkoholisme tidak didasarkan pada ras atau kulit, tetapi didasarkan pada pertahanan pribadi secara individua ataupun secara kelompok suku-bangsa dan ras dalam mengatakan “TIDAK” kepada alkoholisme.

Dari pimpinan pusat di pulau New Guinea sampai negara-negara di Afrika dan Caribbean dapat kita lihat dengan jelas kita di tempat-tempat ini masih bermental budak, masih berpikiran negatif dalam banyak hal, masih selalu mengeluh, masih selalu menyalahkan orang lain atas apa-apa saja menimpa diri kita pribadi atau suku, bangsa, ras kita.

Merdeka yang sesungguhnya

Merdeka yang sesungguhnya ialah merdeka dari hal-hal yang bersifat membelenggu nafsu dan ke-pribadi-an kita, setelah itu, dapat kita melawan dan memenangkan perjuangan menentang hal-hal yang bersifat sosial, politik, hukum dan ekonomi. Akan tetapi bilamana mentalitas, kepribadian, kelemahan yang melekat pada diri kita masih membelenggu kita, mana bisa kita melangkah jauh, menjadi manusia merdeka, maju dan modern?

[Ada banyak aspek lain juga ditulis terkait revolusi mental dalam blog ini]

Alkoholisme sudah merusak banyak keluarga dan nyawa orang

Banyak OAP mati terbunuh lewat tabrakan, saling membunuh, dan mati mendadak disebabkan oleh Miras. Banyak keluarga OAP punya pengalaman atau paling tidak mengetahui ada OAP meninggal setelah miras.Banyak anak-anak Papua menyaksikan orang tua mereka bertengkar dan berkelahi setelah ayah atau ibu mereka mabuk terkena miras. Banyak anak-anak Papua punya pengalaman berkehali atau menonoton perkelahian akibat Miras. Tidak begitu di pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Bali atua Sumatera. Jarang anak-anak menyaksikan orang tua mabuk dan bertengkar, berkelahi dan sejenisnya.

Gubernur Lukas Enemeb mengumumkan Pakta Integritas tentang Larangan Miras karena beliau mengetahui persis bahwa di Tanah Papua banyak rumah tangga hancur, bercerai-berai, banyak kekerasan rumah-tangga terjadi, banyak keluarga melarat, walaupun orang tua pegawai negeri atau swasta, banyak keluarga kelihatan miskin, karena kebanyakan uang yang diambil dihabiskan dengan Minuman beralkohol yang memabukkan.

Dampak ikutannya, banyak keluarga terkena HIV/AIDS karena para OAP yang sudah mabuk bersetubuh dengan orang-orang lain yang sudah terkena penyakit, seks bebas setelah miras menyebabkan penyebaran virus HIV/AIDS menjadi liar dan tidak terkendali. Banyak OAP hancur karena ini.

Penutup

Kami serukan kepada semua OAP di mana-pun Anda berada, mari kita hentikan kebiasaan-kebiasaan negatif, yang berasal dari bangsa, ras, sumber luar, yang telah membelenggu kepribadian kita, yang merusak masa depan kita.

Kita OAP harus malu, setiap kelemahan, setiap kekurangan, setiap masalah di Tanah Papua kita salahkan kepada NKRI dan orang Indonesia. Kita harus malu, kita rayakan HUT Papua Merdeka 1 Desember dan 1 Juli, tetapi kita sendiri manusia-manusia bermental budak dan diperbudak oleh alkoholisme dari keturunan ke keturunan.

Kita OAP harus berjuang merdeka dari alkoholisme dulu, sebelum bicara tentang jenis-jenis merdeka yang lain.

Kalau tidak, dunia ini akan terlibat seperti serba menentang kita. Karena alkoholisme akan membuat kita melihat dunia ini up-side down, dan inside-out.

Alkohol adalah MUSUH bebuyutan kita bersama. Alkohol lebih menjajah, lebih merusak, lebih membunuh kita sejak dulu sampai sekarang. Alkohol adalah minuman yang dapat dengan mudah kita kalahkan, tetapi selama ini selalu mengalahkan kita.

KATAKAN “T   I   D   A   K”,  TOLAK kepada MIRAS!

Ingat Ungkapan Ini: “Saluran Independen dan Terpercaya!” ?

Ingat unagkapan ini membuat saya rasa mual

Bayngkan saja, setiap kali anda bertemu dengan temanmu, selalu dia sambut Anda dengan kata-kata seperti ini, “Selamat…., saya temanmu, yang jujur dan terpercaya. Saya sapa kamu, Selamat pagi”.

Reaksi yang paling mungkin secara normal ialah, “Ada kelainan dengan temanku ini”.  Soalnya sewaktu menyalami sudah megnaku diri ini dan itu. Jujur, independnt, terpercaya.

Artinya Apa?

Jujur artinya apa yang disiarkan itu tidak ada bias kepentingan apapun. Apa yang terjadi itu-lah yang disiarkan.

Independen artinya tidak tergantung kepada atau tidak menggantung siapa-pun. Berdiri sendiri. Tidak memihak. Secara awam kita sebut tidak cari muka.

Terpercaya artinya apa yang disiarkan harus dipercaya oleh pendengar, sebab tidak ada ketidak-benaran di sini. Kami sampaikan 100% kebenaran. Dibandingkan dengan pihak lain, kami yangada di puncak kepemimpinan dari sisi kebenaran berita. Karena itu kami-lah yang terpercaya.

Catatan Kami

Sudah umum diakui bahwa orang, teman, atau siapa saja yang selalu “mengaku diri” paling jujur dan paling independen dan paling benar adalah pihak yang pertama-tama harus disangsikan kredibilitasnya.

Pencuri tidak akan mengaku pencuri! Perampok juga sama! Orang benar tidak perlu mengaku “Saya orang benar!” Demikian juga orang jujur, orang benar, orang independent. Tidak usah kita akui, karena yang menilai kita bukan diri kita sendiri, tetapi mereka yang mendengar, mengenal, melihat kita.

Begtu kan?

 

Dunia ini adalah Ciptaan mu sendiri, baik, tidak baik, enak, tidak enak, semuanya.... Tugasku dan tugasmu bukan menjadi penyidik, pemeriksa, penilai, apalagi hakim dan jaksa atasnya, tetapi menjadi penonton setia, yang, menyaksikannya datang dan pergi, tanpa anda dan saya buat apa-apapun, berpikir-pun tidak.

You are in What You Think You Are…So Let it Flow…

Postitive Thinking, Possibility Thinking dan Potential Thinking

Positive Thinking (Norman Vincent Peale), Possibility Thinking (Robert Harold Schuller), Potential Thinking (Stephen Tong)

Banyak orang sudah sering, sayapun sering, berpikir, bicara dan menulis tentang “berpikir positif”. Beberapa waktu lalu saya tulis di blog ini dengan judul ““Positive Thinking” Menurut Saya Tidak Sekedar Berpikir Positif, Tetapi…  Terkait dengan itu ada artikel lain “Hukum Rohani Potensi Murni 1: Diam Diri, Tidak Egois, Tidak Menghakimi

Dalam Wikipedia, the free encylopedia tertulis “Norman Vincent Peale (May 31, 1898 – December 24, 1993) was an American minister and author known for his work in popularizing the concept of positive thinking”, (ia seorang hamba Tuhan dan penulis atas apa yang dikerjakannya dalam mempopulerkan konsep berpikir positif.”

Tiga Sekolah Pemikiran ini saya perlu dalami, terutama untuk pribadi, apa yang mereka maksudkan dan bagaimana saya bisa memanfaatkan ketiganya untuk mencapai idealosie saya sebagai enterpreneur Orang Asli Papua (OAP), yaitu “Menjadi kayaraya di tanah leluhur yang sudah terkenal di dunia sebagai surga kecil yang jatuh ke Bumi”

Positive Thinking – Possibility Thinking

Dalam artikel ini, Guru “Gurprriet Siingh” mengatakan orang yang berpikiran positif akan mencari  kemungkinan-kemungkinan untuk keluar dari keadaan sekarang kalau ada masalah yang dihadapi. Dengan kata lain, kalau ada masalah menimpa negeri, atau pribadi, maka para pemikir positif tidak akan duduk memikirkan dan mengeluh, apalagi menyalahkan dan mengkambing-hitamkan lalu menghakimi apa yang salah dan siapa yang salah. Tetapi mereka akan selalu memikirkan permasalahan itu sebagai kesempatan, dan dari kesempatan itu akan memikirkan kemungkinan untuk memanfaatkan kondisi yang ada.

Guru Siing juga katakan “possibility thinking” adalah TINDAKAN yang diambil dari pemikiran positif, apa yang dilakukan berdasarkan pemikiran masalah sebagai pelung tadi.

“It is only after “There has to be a way to make money even in this situation” (which is a positive thought)”,artinya hanya setelah berpikir, “Pasti ada cara untuk menghasilkan uang dalam siatusi ini” (yaitu pemikiran positif). lalu ada langkah berikut, yaitu kemungkinan-kemungkinan langkah untuk mewujudkan pemikiran positif bahwa situasi ini berpeluang dimanfaatkan untuk menghasilkan uang.

Dalam artikel ini, disimpulkan sebagai berikut

So positive thinking really is about not giving up mentally. About continuing to believe that there are opportunities.

WHEREAS

Possibility Thinking is about finding those opportunities. Taking action. Moving towards.

Jadi, “positive thinking” sesungguhnya menyangkut tidak menyerah secara mental. Tentang terus percaya bahwa ada peluang-peluang tersedia.

SEDANGKAN

“Possibility Thinking berhubungan dengan menemukan peluang-peluang dimaksud. Mengambil langka. Bergerak maju.

Positive Thinking, Possibility Thinking and Potential Thinking

Dalam positive thinking kita meyakini pasti ada solusi, dan solusi itu potensial atau berpeluang mendatangkan keuntungan. Potensi itu diwujudkan dengan memikirkan kemungkinan-kemungkinan (possibility) dan langkah-langkah yang ditempuh sebagai tindakan untuk mewujudkan pemikiran yang positif terhadpa kondisi, yaitu potensi yang kita lihat dari keadaan.

Kelihatannya ketiga sekolah pemikiran ini secara leterlek berbera, dari sisi makna kelihataan mirip tetapi tidak sama, dan dari sisi praktek aplikasinya mereka hadir sebagai tahapan dari satu paket yang sama. Orang yang ebrpikiran positif pasti memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan pemikiran tentang kemungkinan itu dalam rangka mencari potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menghadapi dan melewati kondisi apapun yang menghadapi kita, atau kondisi apapun yang kita hadapi.

Tips Sederhana Mengatasi Pemikiran Negatif

Menurut GrandMaster Mantak Chia, Universal Healing Tao System mengajarkan hal-hal sederhana untuk menyeimbangkan energi negativ menjadi energi positiv. Satu tips untuk menetralisir ialah dengan satu kata satu perbuatan, “Senyum”

Hmmmm, benar?

Ya, benar, senyumlah kepada pemikiran itu. Senyumlah kepada masalah itu. Senyumlah kepada dirimu sendiri. Senyumlah kepada bayang-bayang itu. Senyumlah kepada orang yang tidak senang kepada Anda. Senyumlah kepada orang atau situasi yang Anda tidak senangi! Senyum! Senyum!, ya Senyum! saja.

Anda tidak tahu senyum? Ayooo…. STOP BACA! Coba senyum! Satu, dua, tida, “ya, Senyum…..”, tahan senyum mu itu selama beberapa detik, bila perlu 1 menit.

Anda tahu hukum alam ini, “Give – take”, “beri-terima”, bukan? Saat Anda memberi senyum, anda juga secara otomatis, tanpa harus minta, Anda menerima senyum.

GrandMaster saya, Mantak Chia selalu katakan, “Give, and you will receive!” Berilah senyum, maka akan Anda terima senyum. Senyumlah atas apa-pun yang menghadang. Apapun itu, bagaimanapun itu, siapapun itu, akan senyum balik.

Penutup

Aklhirnya saya harus tiba kepada ungkapan sederhana, terutama di tengah-tengah masyarakat di pulau Jawa, “Saya sih, ngalir aja!” Ungkapan ini mengandung ketiga sekolah pemikiran di atas. Saya selalu merujuk kepada perilaku manusia-manusia keturunan dan budaya China, yang terlihat jels kesibukan mereka ialah “mecari jalan keluar”, mereka tidak pernah sibuk dengan masalah.

China menyarkan berita-berita dan kampanye-kampanye tentang bahaya dan kelakuan China, balasannya “China sih ngalir aja”. Sama saja kami di Tanah Papua, OAP (Orang Asli Papua sibuknya duduk gosip, mencaci-memaki, menyesali, dan hal-hal tidak beguna, manusia Jawa, Makassar, Batak,, Toraja, mereka datang “ngalir”, jadi mereka ngalir sampai jauh, sejauh dapat ngalir.

Orang yang biasanya “ngalir” dijamin berumur panjang, dijamin kaya-raya, dijamin awet muda, dijamin bahagia.

Ah, saya mau…! Ayo… monggo… sami-sami