Saya termasuk “korban” yang sudah dapat mengkleim diri “merdeka” sebagian besar dari “alcoholism”. Pendudukan pikiran dan jiwa, penjajahan mental dan psikologis yang dilakukan oleh “Alkohol”, termasuk perusahan rumah tangga sama-sekali tidak pernah dilawan oleh bangsa Papua. Ini menjadi renungan saya ketika kita bangsa Papua ramai-ramai memeriahkan kemerdekaan Negara West Papua 1 Desember 2018 ini. Semua Orang Asli Papua (OAP), tidak perduli mereka yang turun berdemo di jalan raya atau mereka yang berkantor di provinsi, kabupaten, kota, distrik dan bahkan mereka yang ada di Gedung DPR RI dan Istana Presiden Indonesia sekali-pun, semua OAP punya suara nurani, yang mengatakan “1 Desember adalah HUT Kemerdekaan-mu”
OAP merasa bahwa ketika Nieuw Guinea Raad atau Dewan New Guinea atau KNPB versi 1960-an mengumumkan Manifesto Politik 1961, maka itu merupakan Deklarasi Kemerdekaan. Itu yang dipercaya sampai dirayakan setiap tahun sejak 1 Desember 2000. Tahun-tahun sebelum itu yang diperingati sebagai HUT Kemerdekaan Negara Republik West Papua ialah 1 Juli 1971.
Antara Merdeka dari Indonesia dan Merdeka dari Alkoholisme, mana yang lebih pnting?
Kalau saya ditanya hari ini, saya harus terus-terang bahwa kemerdekaan dari Alcoholism adalah yang fundamental dan haruslah menjadi pengalaman pribadi lepas pribadi OAP. Dan karena itu kalau ada OAP yang masih menjadi budak Miras atau minuman beralkohol, maka sebaiknya dia harus berupaya mengalahkan alkoholisme dulu sebelum berjuang secara politik.
Kalau kita keliling dunia dan menyaksikan dinamika kehidupan bangsa-bangsa di muka Bumi, dengan mudah kita akan temukan dan tidak perlu studi mendalam untuk membuktikan bahwa semua bangsa yang pernah dijajah, dan sedang dijajah, serta meminjam kata Dr. Benny Giay, bangsa yang “memenuhi syarat untuk dijajah” ialah bangsa-bangsa yang “suka dengan alkohol” atau alkoholik, atau bangsa-bangsa yang dijajah dan diperbudak oleh minuman keras.
Bangsa yang merdeka dari alkoholisme seperti orang Jawa, orang Sulawesi, orang Singapore, orang Thailand, orang Bali, orang Vanuatu, orang China dapat dengan mudah kita bandingkan dengan bangsa-bangsa yang bermental budak seperti yang kita tahu di pulau New Guinea: West Papua dan Papua New Guinea, Irlandia, Aboriginal Australia, American Indian dan rata-rata ras Afrika di Benua Hitam. Perbudakan oleh Alkoholisme tidak didasarkan pada ras atau kulit, tetapi didasarkan pada pertahanan pribadi secara individua ataupun secara kelompok suku-bangsa dan ras dalam mengatakan “TIDAK” kepada alkoholisme.
Dari pimpinan pusat di pulau New Guinea sampai negara-negara di Afrika dan Caribbean dapat kita lihat dengan jelas kita di tempat-tempat ini masih bermental budak, masih berpikiran negatif dalam banyak hal, masih selalu mengeluh, masih selalu menyalahkan orang lain atas apa-apa saja menimpa diri kita pribadi atau suku, bangsa, ras kita.
Merdeka yang sesungguhnya
Merdeka yang sesungguhnya ialah merdeka dari hal-hal yang bersifat membelenggu nafsu dan ke-pribadi-an kita, setelah itu, dapat kita melawan dan memenangkan perjuangan menentang hal-hal yang bersifat sosial, politik, hukum dan ekonomi. Akan tetapi bilamana mentalitas, kepribadian, kelemahan yang melekat pada diri kita masih membelenggu kita, mana bisa kita melangkah jauh, menjadi manusia merdeka, maju dan modern?
[Ada banyak aspek lain juga ditulis terkait revolusi mental dalam blog ini]
Alkoholisme sudah merusak banyak keluarga dan nyawa orang
Banyak OAP mati terbunuh lewat tabrakan, saling membunuh, dan mati mendadak disebabkan oleh Miras. Banyak keluarga OAP punya pengalaman atau paling tidak mengetahui ada OAP meninggal setelah miras.Banyak anak-anak Papua menyaksikan orang tua mereka bertengkar dan berkelahi setelah ayah atau ibu mereka mabuk terkena miras. Banyak anak-anak Papua punya pengalaman berkehali atau menonoton perkelahian akibat Miras. Tidak begitu di pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Bali atua Sumatera. Jarang anak-anak menyaksikan orang tua mabuk dan bertengkar, berkelahi dan sejenisnya.
Gubernur Lukas Enemeb mengumumkan Pakta Integritas tentang Larangan Miras karena beliau mengetahui persis bahwa di Tanah Papua banyak rumah tangga hancur, bercerai-berai, banyak kekerasan rumah-tangga terjadi, banyak keluarga melarat, walaupun orang tua pegawai negeri atau swasta, banyak keluarga kelihatan miskin, karena kebanyakan uang yang diambil dihabiskan dengan Minuman beralkohol yang memabukkan.
Dampak ikutannya, banyak keluarga terkena HIV/AIDS karena para OAP yang sudah mabuk bersetubuh dengan orang-orang lain yang sudah terkena penyakit, seks bebas setelah miras menyebabkan penyebaran virus HIV/AIDS menjadi liar dan tidak terkendali. Banyak OAP hancur karena ini.
Penutup
Kami serukan kepada semua OAP di mana-pun Anda berada, mari kita hentikan kebiasaan-kebiasaan negatif, yang berasal dari bangsa, ras, sumber luar, yang telah membelenggu kepribadian kita, yang merusak masa depan kita.
Kita OAP harus malu, setiap kelemahan, setiap kekurangan, setiap masalah di Tanah Papua kita salahkan kepada NKRI dan orang Indonesia. Kita harus malu, kita rayakan HUT Papua Merdeka 1 Desember dan 1 Juli, tetapi kita sendiri manusia-manusia bermental budak dan diperbudak oleh alkoholisme dari keturunan ke keturunan.
Kita OAP harus berjuang merdeka dari alkoholisme dulu, sebelum bicara tentang jenis-jenis merdeka yang lain.
Kalau tidak, dunia ini akan terlibat seperti serba menentang kita. Karena alkoholisme akan membuat kita melihat dunia ini up-side down, dan inside-out.
Alkohol adalah MUSUH bebuyutan kita bersama. Alkohol lebih menjajah, lebih merusak, lebih membunuh kita sejak dulu sampai sekarang. Alkohol adalah minuman yang dapat dengan mudah kita kalahkan, tetapi selama ini selalu mengalahkan kita.
KATAKAN “T I D A K”, TOLAK kepada MIRAS!