Artikel Terbaru

Kolonialisme dan Psikologi Kaum Terjajah

Alasan Kolonialisme

Akibat Kolonialisme

Rekayasa Gambar Diri

Alasan utama kolonialisme ialah

  1. dalam rangka menguasai dan menduduki tanah bangsa lain untuk mendatangkan keuntungan kekayaan ekonomi yang berdampak kekuasaan dan kejayaan pribadi dan kelompok kaum penjajah.
  2. dengan alasan memanusiakan orang kafir atau terbelakang,
  3. dengan alasan pembangunan dan demokrasi,
  4. dengan kampanye pembangunan yang bertujuan kemakmuran,
  5. yang untuk itu menekankan ketaatan kepada penguasa yang menjamin kemajuan, dan perlawanan sebagai penyebab kemunduran, kemiskinan dan penderitaan.

Dampak penjajahan terjadi pada tanah dan manusia, terhadap pemikiran dan peradaban manusia, dan merusak gambar-diri, digantikan dengan gambar buatan penjajah.

  1. Tanah yang dijajah orang asing. menjadi hancur, lingkungan rusak;
  2. Bangsa yang tanahnya dikuasai dan diduduki rusak “gambar dirinya”, sehingga dia tidak melihat dirinya sebagana dirinya, akan tetapi melihat dirinya sesuai yang diberitahukan penjajahnya.
  3. Melihat penjajahnya sebagai pelindung dan penolong.
  4. Melihat penjajahnya terlampau kuat sehingga dirinya tidak akan pernah sanggup menentang atau melawannya. Oleh karena itu jalan satu-satunya ialah menerima kenyataan dan berupaya menjalani kenyataan gambar diri yang disodorkan penjajah sebagai sebuah fakta yang tidak dapat diganggu-gugat

Untuk mengobati atau bila perlu menghapus dampak kolonialisme, maka harus dilakukan tindakan-tindakan bersifat “restorative-curative” atau “reconstructive”.

  1. Langkah “Restorative-curative” ialah tindakan memperbaiki apa saja yang dianggap kurang dan salah dalam konteks kehidupan yang ada saat ini. Maka di sini ada proses demokratisasi dan reformasi. 
  2. Tindakan “Reconstructive” ialah upaya bongkar-pasang, rancang-bangun apa yang dianggap salah/ merugikan digantikan dengan yang benar atau menguntungkan.
  3. Tindakan rancang-bangun dimaksud harus dimulai dari “otak”, cara kita melihat gambar-diri kita, yang akan membantu kita membaca “gambar-diri” orang lain atau penjajah sebagaimana mestinya.

Gunakan pendekatan Filsafat 1 Pintu (Honai Adat Koteka) dengan format 1 Suku, 1 Pęta/ Gambar, 1 Hukum, 1 Entitas sosial-budaya dan ekonomi suku; di lakukan dari dalam keluar, dan dari kecil ke besar.

Orang dari dalam suku sendiri harus melakukan pemetaan keluarga, marga, klen mereka sendiri dan melengkapi peta geografis dan peta sosial-budaya suku sendiri, kemudian menyusun hukum adat berdasarkan pęta suku, dan selanjutnya berdasarkan hukum adat dimaksud dibentuk 1 lembaga hukum sebagai Yayasan Suku untuk perlindungan hukum atas tanah dan manusia serta pengelolaan sosial-budaya masyarakat suku, dan 1 Badan Usaha Suku untuk mengorganisir dan mengkoordinir kegiatan ekonomi dan bisnis yang dilakukan oleh suku yang bersangkutan dan dilakukan di dałam wilayah adat suku yang bersangkutan. Itu baru peta diri yang rusak itu akan diperbaiki.

Jadi, untuk melawan system yang merusak gambar diri, maka kita harus membuat system kita yang telah lama menjadi ada dan berfungsi kembali. Itu kuncinya. Inilah yang kita sebut sebagai "Suku Transisi", atau "Suku Modern", yaitu berdiri di atas kaki sosial-budaya dan hukum sendiri dan siap dan aktif mengambil bagian salam proses modernisasi.