Pembuka
Saya pertama-tama merasakan pukulan keras dari judul buku “Ego” Is The Enemy, And “The Enemy” Is Inside YOU!” yang telah saya sarikan dalam artikel sebelumnya. Judul buku ini terus bergema dalam hati dan pikiran saya. Sejak 10 tahun terakhir saya bergumul mencari-cari apa sebabnya bangsa Papua hidup dalam
- emosi yang tak terkendali, dan
- energi yang tidak terfokus
Dua hal ini mengganggu saya. Tidak terkendali artinya emosi OAP (Orang Asli Papua) selalu meluap-luap dan selalu mencari saluran untuk diarahkan. Kebanyakan OAP menyalahkan orang Indonesia, gereja dan orang luar. Banyak ungkapan seperti “Habis pemerintah Indonesia mereka datang menjajah tanah kita”, atau “Soalnya gereja tidak mengajarkan yang begini-begini, mereka salah!” atau kalimat seperti “Pendatang dorang datang cari untung!” selalu terdengar.
Saya juga sering bertanya, bisa dibaca dalam artikel lain dalam blog ini dan blog http://yikwanak.com . Salah satu artikel lain yang saya tulis ialah “Hukum Rohani Potensi Murni 1: Diam Diri, Tidak Egois, Tidak Menghakimi”
Artinkel ini menyarankan ada tiga rumus untuk mengalahkan “ego”, yaitu (1) diam diri, (2) tidak egois dan (3) tidak menghakimi.
Daya Rusak Ego
Walaupun sudah ada jalan keluar, saya mendapati bahwa daya rusak dari “ego” sangat besar, dan dia menjadi akar dari semuanya.
Ego merusak “gambar diri” seorang manusia. Dan dengan kerusakan gambar diri itu, ia akan melihat semua dan segala-sesuatu telah rusak.
Karena melihat segala sesuatu yang rusak itu, maka ia akan berusaha memperbaiki semua yang terlihat atau dirasakan olehnya telah rusak.
Ciri utama orang yang telah rusak gambar dirinya ialah ia melihat, menilai dan mengomentari segala-sesuatu dari sisi kekurangan, dari sisi kesalahan, dari sisi negatif dari segala hal dan semua hal.
Kacamata atau gambar diri yang digunakan individu dan kelompok orang itu telah rusak, sehingga kerusakan itu mempengaruhi gambaran dirinya dan kelompoknya terhadap realitas dan dinamika kehidupan ini.
Daya rusak ego mengakar ke mana-mena, ke seluruh aspek kehidupan, emosi, pikiran, perasaan, hati, tubuh, semuanya terkena dampak. Ia menghancur-luluhkan gambar diri seorang pribadi dan meluas ke kelompok manusia.
Oleh karena itu, bilamana kita mendapatkan diri bahwa kita selalu berpikir “aku”, “saya”, “an”, “ego”, “kami” dalam menilai, membaca, memikirkan segala-sesuatu, maka kami harus sadar bahwa gambar diri sendiri telah rusak, dan kerusakan itu disebabkan oleh kerusakan yang telah terjadi pada gambar diri kita sendiri.
Sebagaimana saya telah katakan dalam blog lain, bukti gambar diri yang rusak ialah “rasa takut”, ya, rasa takut kepada, atas, atau terkait segala-sesuatu.
- Takut gelap?
- Takut suara?
- Takut ketinggian?
- Takut hewan atau gambar tertentu?
Kita lanjut lagi
- Takut polisi dan tentara Indonesia?
- Takut mati?
- Takut disebut sebagai separatis oleh NKRI?
- Takut ditangkap oleh NKRI?
Kita teruskan
- Takut tidak jadi pejabat?
- Takut tidak bisa makan dan minum?
- Takut tidak menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik West Papua?
- Takut tidak dihargai dalam perjuangan?
- Takut dimusuhi orang karena keputusan saya?
- Takut ditolak orang atas langkah dan apa yang saya percayai sebagai kebenaran atau keharusan?
Teruskan
- Takut keluarga anggap saya penipu atau tidak tahu diri?
- Takut ister/ suami/ pacar anggap saya tidak penting dan menyesal mengawini/ berpacara dengan saya?
- Takut tidak dapat uang dari langkah saya?
- Takut jabatan saya dicabut karena apa yang saya percayai?
Ya, banyak dampak dari rasa “takut”. Dan “fear” itu berasal dari “ego”, buah dari “ego”, hasil dari “ego” yang tidak dapat kita kalahkan. Ini tanda bahwa saya egois.
Jalan Keluar
Jalan keluar yang pertama saya ambil dari perkataan Yesus Kristus dalam Yohanes 14:6, yaitu bahwa dalam dunia ini, dalam jagatraya ini, hanya ada satu jalan, yaitu Yesus Kristus sebagai jalan dan kebenaran dan hidup. Kita harus melalui Yesus Kristus, melihat semua hal, menilai semua hal di dalam kacamata Yesus Kristus.
Kacamata Yesus Kristus ada dalam apa yang Simson Yikwa sebut Amandemen Konstitusi Allah, yang disampaikan oleh Yesus,
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.TB: Alkitab Terjemahan Baru – Markus 12:30 TB, <https://www.bible.com/id/bible/306/MRK.12.30.TB>
Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”
TB: Alkitab Terjemahan Baru, Markus 12:31 TB, <https://www.bible.com/id/bible/306/mrk.12.31>
Bagaimana cara mengasihi Allah?
”Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.
TB: Alkitab Terjemahan Baru, Yohanes 14:15 TB, <https://www.bible.com/id/bible/306/jhn.14.15>
Perintah Allah untuk mengalahkan “Ego”
Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: ”Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
TB: Alkitab Terjemahan Baru, Markus 8:34 TB, <https://www.bible.com/id/bible/306/mrk.8.34>
- Menyangkal diri,
- Memikul salib, dan
- Mengikuti Aku
- Langkah pertama ialah meyangkal diri, menyangkal ego, mengalahkan kepentingan pribadi dan kelompok.
- Langkah kedua memikul salib, yaitu mendukung kepentingan umum, kepentingan bersama, kepentingan keselamatan dan penyelamatan.
- Langkah ketiga, mengikuti Aku, ialah mengikut jalan yang diberikan Allah dan kebenaran yang diajarkan Allah untuk kehidupan yang dijanjikan Allah.
Komentar untuk Perjuangan Papua Merdeka
Pada saat saya menulis artikel ini sedang terjadi tarik-menarik yang cukup berkepanjangan antara Presiden West Papua dan para pemimpin dari tiga Fraksi Pendirinya, yaitu Negara Federal Republik Papua Barat, West Papua National Coalition for West Papua dan Parlemen Nasional West Papua. Ketiga fraksi ini sedang melakukan tarik-menarik yang begitu panjang.
Mereka sedang memegang kalkulator dan saling menghitung, untung, rugi, kedudukan masing-masing pihak dan peranan mereka dalam perjuangan Papua Merdeka.
Selain dari ketiga fraksi, oknum yang ada di dalam ketiga fraksi juga bertindak untuk mengambil langkah-langkah berbasiskan “ego”.
Saya hampir bisa pastikan, hanya kurang dari 10% dari waktu dan tenaga dan keuangan mereka habiskan untuk Papua Merdeka, secepat-cepatnya dan semulus-mulusnya. Mereka lebih sibuk memikirkan “ego kelompok” dan “ego pribadi” para pemimpin dan pemain di dalam masing-masing fraksi.
Saya tahu persis, ego pribadi dan kelompok masih sangat mewarnai perjuangan Papua Merdeka. Ini penyakit terbesar dan paling sulit disembuhkan dalam perjuangan Papua Merdeka.
Penutup: Solusinya?
Solusinya yang pertama ialah kita harus berdoa agar semua organisasi dan pemimpin organisasi serta oknum di dalam organisasi perjuangan Papua Merdeka dijamah oleh kasih Allah sehingga perjuangan ini dilakukan atas dasar “cinta kasih”, dan bukan egoisme.
Kasih Allah menyelamatkan kita semua. Kasih Allah pasti memerdekakan bangsa Papua.
Solusi kedua, demokrasi dalam revolusi harus dihentikan, karena barangsiapa berdemokrasi di era revolusi, ia akan mengalami kegagalan karena ia tidak dapat menampung semua perwakilan rakyat yang sedang dipecah-belah dan diduduki, dikuasai oleh kaum penjajah. Demokratisasi revolusi Papua Merdeka pasti tidak akan pernah tercapai.
Solusi ketiga, Preden, Perdana Menteri dan semua pejabat di dalam pemerintahan sementara West Papua harus banyak berdoa dan mendengarkan Suara Tuhan daripada mendengarkan ego pribadi dan ego kelompok.
Recent Comments