4 Faktor Penghambat Enterpreneurship Orang Asli Papua

Setelah hampir 5 tahun saya bertugas sebagai bagian dari pengembangan bisnis Orang Asli Papua (OAP) dengna tugas pokok mempromosikan dan menjual Kopi Papua di luar Tanah Papua, saya bolak-balik Tanah Papua, terutama ke Koperasi Serba Usaha Baliem Arabica (KASU BaliemArabica.com) dan saya temukan empat faktor utama yang menghambat enterpreneurship di Tanah Papua: mentalitas budak, dan siang-malam memperhatikan dan membanding-bandingkan diri dengan orang lain, ketiga menghakimi diri tidak bisa sama dengan mereka yang lain dan keempat, cepat puas dan mentok dengan apa yang telah diraih.

Pertama mentalitas budak, artinya mentalitas yang percaya bahwa dari dalam diri sendiri tidak ada apa-apa, yang ada hanyalah impian-impian belaka, dan mimpi-mimpi itu bisa terwujud hanya kalau “tuan” atau “sang majikan” menyetujuinya, dan tanpa itu tidak mungkin tercapai. Dan kalau impian itu tidak tercapai, maka yang salah ialah majikan, bukan saya sebagai budak, karena saya sebagai budak-kan hidup sepenuhnya di tangan majikan.

Ada orang Papua menderita, sakit, kena musibah, tidak bisa menjadi pengusaha, yang disalahkan adalah pemerintah,maka yang selalu disalahkan ialah Jakarta, yang disalahkan ialah orang pendatang. OAP sendiri tinggal pangku kaki, lipat tangan,, tiap saat duduk pikir dan hitungkesalahan dan kesalahan orang lain, tanpa pernah melihat kesalhaannya sendiri, kekurangannya sendiri, keterbelakangannya sendiri.

Mentalitas budak ini sangat menghambat enterpreneurship OAP di Tanah Papua karena dia merasa bahwa keberhasilan dia hanya dapat terwujud kalau orang lain: pendatang, pemerintah, orang luar (1) memberikan sumbangan; (2) memberikan hibah/ bantuan; (3) memberikan pinjaman. Tanpa itu dia percaya dia tidak akan pernah bisa menjadi kaya. Jelas ini konyol.

Kedua, ialah orang Papua hidup dari bangun tidur sampai tidur kembali memperhatikan orang-orang lain: kemajuan orang lain, permasalahan orang lain, perkembangan di daerah lain. Dengan perbandingan-perbandingan itu, dia mengeluhkan bahwa kondisi dirinya sendiri, daerahnya sendiri tidak maju-maju, dan itu disebabkan oleh orang-orang lain itu. Itu artinya dirinya sendiri tidak bersalah, karena dia tidak pernah bersalah.

Lho, kok orang Papua yang tidak kaya, kok orang Jawa yang salah?

Lho kok orang di Tanah Papua yang belum maju kok Jakarta yang salah?

Salahnya apa? Salahnya di mana?

Hentikan kebisaan mematikan membanding-bandingkan diri Anda dengan mereka yang datang dari luar Tanah Papua. Stop menyalahkan orang lain. Mulai berpacu, dari nol, mulai dari jual sayur keliling, sapu-sapu, jual-jual pinang di pinggir jalan, dan terus menanjak.

Yang ketiga, OAP tidak percaya bahwa dia berhak dan sanggup menjadi orang kaya-raya seperti Yusuf KAlla, Aburizal Bakrie, Chaerul Tanjung, Sandiaga Uno, dan sebagainya. OAP memvonis dirinya bahwa OAP secara kodrati tidak akan pernah menjadi kaya, dan oleh karena itu berjuang untuk menjadi kaya juga percuma.

Mentalitas ini memvonis diri OAP, sehingga walaupun mereka berbisnis ke sana-kemari, mereka di bawah alam sadar tahu bahwa mereka toh akhirnya tidak akan menjadi kaya. Tentu saja, selain ada kesalahan di otak OAP, ada dasar-dasar sosial-budaya juga yang mendasari pemikiran seperti ini.

Yang terakhir, yaitu bahwa pengusaha OAP merasa puas, merasa jenuh, tidak bergairah lagi, sudah merasa di situlah batasnya dia menjadi kaya, batas kesanggupan dia, dan karena itu tidak perlu muluk-muluk, tidak perlu beramisi tinggi, apa yang ada sudah cukup untuk makan-minum, jadi tidak usah berlebihan, tidak usah terlalu banting-tulang, tidak usah terlalu pusing kerja, tetapi lakukan secara santai, apa yang ada nimati saja, jangan terlalu berambisi.

Akibatnya semua peluang yang disediakan menjadi sia-sia, dan sebaliknya tidak menjadi berkat.

Ada juga yang merasa diri mentok bukan karena puas, tetapi karena tidak punya akal lagi, merasa bahwa “Ya, saya hanya mampu sampai di sini, selanjutnya nanti anak-anak yang teruskan”. Jadi tidak punya ambisi besar, OAP punya ambisi pas-pasan, itupun pas-pasan berkekurangan, pas-pasan mentok-mentokan, pas-pasan yang merugikan.

Semoga bermanfaat!

One Response

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.