Perumpamaan tentang Pohon yang Subur Berbuah Lebat dan Mentalitas Orang Papua

Semua kita tahu pohon subur, atau tanaman subur. Kita juga sudah tahu tanaman yang menghasilkan banyak dan tanaman yang subur tetapi tidak menghasilkan buah yang banyak, hanya subur saja, tanpa hasil. Kita juga sudah tahu tanaman yang tidak subur dan menghasilkan buah yang tidak subur pula. Dan juga pohon yang tidak subur dan tidak menghasilkan apa-apa. Jadi ada empat macam tanaman di sini.

Pertama, pohon yang tidak subur dan tidak menghasilkan apa-apa adalah pohon yang memenuhi syarat untuk ditebang, tidak ada gunannya sama sekali. Harus diganti dengan pohon lain.

Kedua, pohon yang tidak subur dan menghasilkan yang tidak subur. Dalam kondisi ini kalau si pemilik tanaman terdesak, atau dalam kondisi produksi yang lain tidak ada sama sekali, maka hasil yang tidak subur ini masih bisa dimanfaatkan. Ada pepatah “Tidak ada rotan, akar-pun berguna”. Akan tetapi kita tidak bisa mengharapkan pohon yang tidak subur dengan hasil tidak subur ini terus menghasilan dari waktu ke waktu. Kalau kita punya pohon yang lebih subur dengan buah yang lebih bagus, pasti kita tidak akan menghiraukannya. Bisa dibiarkan tanpa dimanfaatkan.

Yang ketiga, pohon yang subur, daunnya lebat, tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Yang dibutuhkan si penanam pohon bukan kesuburan. Kesuburan ialah prakondisi untuk hasil akhir, yaitu buah. Kalau sebuah pohon yang subur tidak menghasilkan apa-apa, maka kalau dibandingkan lebih bagus pohon yang tidak subur yang menghasilkan buah tidak subur tadi daripada pohon yang subur tetapi tidak menghasilkan apa-apa.

Yang terakhir, ialah pohon yang subur dan yang menghasilkan banyak buah.

Nah, secara psikologis dan mentalits kita, sekarang orang Papua termasuk dalam kategori mana?

  • Subur tetapi tidak menghasilkan apa-apa?
  • Kering tidak subur dan tidak menghasilkan?
  • Subur dan menghasilkan banyak?, atau
  • Kering, dan tidak subur tetapi masih dapat menghasilkan?

Orang Papua hidup di Tanah Papua, di tanah yang katanya “Surga Kecil Jatuh Ke Bumi!”, di mana ada banyak misteri di gunung dan di lembah, di mana sungai-sungainya mengalirkan emas, samuderanya penuh misteri pula.

  • Lantas, manusianya penuh dengan apa?

Apakah seperti dijelaskan dalam tulisan sebelumnya:

  • penuh dengan keluh-kesah ?
  • penuh dengan kambing-hitam ?
  • penuh penyesalan dan sungutan ?
  • yang tidak pernah ambil tanggung-jawab sendiri atas apa yang dialaminya sendiri?

Menurut analisis saya terhadap diri saya sendiri sebelum saya berubah, mentalitas orang Papua tidak masuk dalam keempat kategori di atas. Semuanya tidak.

Orang Papua memang hidup di tanah yang subur luarbiasa, menjadi incaran dan rebutan dunia.

Akan tetapi orang Papua mau dikatakan subur juga tidak, kering juga tidak, tidak berbuah juga tidak, berbuah juga tidak.

Dengan kata lain, orang Papua itu tidak panas, tidak dingin, ia hanya suam-suam kuku.

Apa kata Kita Suci Alkitab untuk air yang suam-suam kuku?

Lebih baik dibuang saja. Itulah gambaran nasib dan riwayat orang Papua.


 

Tetapi jangan berkecil hati dulu, sabar, tunggu, sebentar.

Jalan keluar selalu ada. Dalam banyak kasus di Indonesia selalu diucapkan seperti ini, “Setiap masalah pasti ada jalan keluar, setiap penyakit pasit ada obatnya!

Yang harus kita lakukan bukannya berhenti, bukannya bertanya-tanya, bukannya kaget dan protes, tetapi kita harus menggunakan prinsip hidup masyarakat jelata di pulau Jawa terutama, yaitu “Kita harus ngalir saja!

Kita “harus ngalir saja” artinya tidak merasa tersentak, tidak kaget, tidak memprotes, apalagi jangan berusaha melawan. Yang harus kita lakukan ialah “kita ngalir”, sama seperti air. Kita harus banyak belajar dari “ilmu air”, yaitu ilmu dari air, “Airologi”.

Menurut airologi, kalau ada tembok, jangan putar balik arah aliran, tetapi tetap saja mengalir, sampai aliran melebihi tembok. Kalau ada gunung, jangan berputar-berputa balik, tetapi mengalirlah terus, sampai menemukan bagian gunung yang terendah, dan melangirlah terus lewat nya. Jangan berhenti mengalir, jangan berputar balik arah.

Mentalitas kita orang Papua sebagai entrepreneur haruslah lebih kuat, lebih gigih, lebih canggih daripada mentalitas para politisi dan praktisi lainnya. Mentalitas entrepreneur berhubungan dengan nilai, naluri, dan rasa dari para konsumen yang tidak punya kontrak jual-beli dengan kami sebagai padangan. Mereka berdiri bebas, memilih bebas, hidup bebas. Yang kami lakukan adalah sekedar memasang jerat, bukan hukum agar mereka datang berbelanja di tempat kami.

Kita harus menjadi pohon subur, yang menghasikan buah yang subur dan lebat, yang menjadi rebutan burung-burung berbagai jenis, dari berbagai tempat mereka berasal.

TIPS: Berakarlah ke dalam, berbuahlah lebat. Sampai di situ. Dengan tidak berharap, dengan tidak menanti, dengan tidak menyalahkan dan mengeluh. Hanya tinggal, berakar ke dalam dan berbuah banyak.

  • Bagaimana caranya berakar ke dalam?
  • Apa buah-buah dimaksud?
[bersambung]

Hello world! Buang Mentalitas Budak dan Psikologi Orang Miskin!

Hello Dunia! Entrepreneur Papua (epapua.com) membutuhkan blog seperti ini dalam rangka membangun kebersamaan, berbasiskan kekerabatan dan kekeluargaan yang telah kita warisi sejak nenek-moyang di Tanah Papua.

Saya, Jhon Yonathan Kwano, yang merintis netpreneurship di tanah Papua sejak tahun 2013, kini hadir dengan blog ini, yaitu blog Entrepreneur Papua (ePAPUA) dengan tujuan utama menyamakan persepsi dan pemikiran untuk menyeragamkan langkah dan mendayung bersama, menyeberang samudera Pasifik, menaiki gungun-gunung terjal yang penuh misteri, menuruni lembah-lembah terjal yang penuh rahasia, menyeberangi sungai-sungai yang mengalirkan emas, hingga kita sampai ke tujuan akhir: Orang Asli Papua yang Kayaraya, sama dengan Tanah Papua yang kayaraya.

Orang Papua saat ini hidup bertentangan dengan realitas alamiah dan kodratnya sebagai manusia penghuni alam yang kayaraya. Manusia di seluruh dunia mendengar “Papua” atau “orang Papua” mereka secara lansgung menghubungkannya dengan cepat “kaya”.

Tetapi apa pikiran orang Papua?

Pikiran orang Papua pertama-tama dimulai dengan kata ini

  • Adoooooooooooooooooo
  • Ado, saya ini, …
  • Ado, di sini, …
  • Ado, mereka ini, …
  • Ado, dia ini, dia itu…
  • Ado, dan adooooooo ….

Yang keluar, yang terasa, yang terlihat, yang terdengar dari orang Papua sendiri malahan bertentangan 180% dengan persepsi umum di dunia tentang kata “Papua”.

Di sini kita bicara tentang mentalitas, yaitu mentalitas budak dengan mentalitas orang merdeka, psikologi orang miskin dengan psikologi orang kaya.

Di sini kita menyinggung soal kesalahan fatal orang Papua yang menyebabkan kondisi hidup orang Papua seperti yang ada sekarang.

Selain mengeluh dengan kata “Adooooo…”, orang Papua juga dilahirkan ke dalam cara berpikir manusia picik, selalu berusaha menyalahkan orang lain, pihak lain, bangsa lain kalau ada masalah melekat pada dirinya.

  • Ini gara-gara Indonesia,…
  • Ini penyebabnya orang Jawa
  • Itu karena pendatang dorang…
  • Sebabnya jelas, amber dorang yang…

Lalu apakah orang Papua sendiri selalu benar?????

Kalau orang lain yang salah, mengapa orang lain yang bersalah itu yang terkena masalah. Mengapa orang lain salah tetapi Papua yang usil dan menyalahkan? Mengapa mentalitas orang Papua selalu mencari-tahu kambing-hitam dan berusaha menyalahkan orang lain, bangsa lain, suku lain, agama lain pada saat sesuatu hal menimpa dirinya?

  • Dana Otsus belum turun, Jakarta yang salah
  • Dana Otsus tidak cukup, Jakarta yang salah
  • Dana Otsus salah dipakai, Jakarta yang salah, karena tidak mengatur sistem administrasi pemerintahan yang baik
  • Dana Otsus dikorupsi, Jakarta yang salah karena tidak memasang sistem pengawasan yang baik
  • Pesawat jatuh, Jakarta yang salah
  • Busung lapar di Yahukimo, Jakarta yang salah
  • Konflik Pilkada di Intan Jaya dan Puncak Jaya, Jakarta yang salah
  • Masalah Freeport, Jakarta yang salah

Lalu kapan orang Papua pernah bertanya,

  • “Apa kesalahan orang Papua, apa kesalahan saya pribadi, keluarga saya, marga saya, suku saya, bangsa saya terkait dengan semua ini?”

Kalau tidak, mari kita bertanya, menanyakan diri sendiri dulu, tanya dulu, jawab dulu, periksa honai dulu, periksa halaman sendiri dulu, periksa kampung sendiri dulu, baru keluar dan salahkan orang lain.

Buang mentalitas budak, merdekakan pikiran-mu, bertanya kepada diri sendiri, ambil tanggung-jawab ke dalam tangan sendiri, katakan kepada diri sendiri, “saya/ kami bertanggungjawab!”. Jangan lempar-lempar ke suku-bangsa lain. Ini tanah leluhur bangsa Papua, ini soal bangsa Papua, ini riwayat bangsa Papua. Apa saja yang terjadi di atas negeri leluhur ini adalah tanggungjawab kira orang Papua, kesalahan kita orang Papua, dan karena itu tugas kita orang Papua untuk mencarikan jalan keluar sendiri, tanpa harus menunggu, tanpa harus menuntut, apalagi mengeluh dan menyalahkan.

Jalan keluar pertama dan terutama ialah dengan memerdekakan pemikiran kita, keluar dari cara berpikir manusia budak ke bangunan pemikiran-pemikiran orang-orang merdeka.

Untuk itu, trik pertama yang harus kita lakukan, dalam membaca, menyelidiki, mengomentari apapun yang terjadi atas diri kita, keluarga kita, marga kita, suku kita, bangsa kita, tanah-leluhur kita ialah

  • Apa yang harus saya lakukan ?
  • Apa yang keluarga saya harus lakukan ?
  • Apa yang marga saya harus lakukan ?
  • Apa yang suku saya harus lakukan ?
  • Apa yang bangsa saya harus lakukan ?

menghadapi, menanggapi, menindak-lanjuti apa saja yang terjadi saat ini.

INGAT: Kita tidak bicara tentang “Ini siapa yang salah!”, dan kita tidak katakan “Adoooo…”

[bersambung]
entrepreneur adalah

Mindset Awal yang Harus Dibangun Oleh Seorang Entrepreneur

entrepreneur adalah

Setelah membahas mengenai pengertian entrepreneur, sekarang pembahasan yang tidak kalah serunya adalah mengenai bagaimana mindset awal seorang entrepreneur yang benar untuk sukses, berikut:

1. Jangan Pernah Berpikir INSTAN

Dalam berbisnis apapun jangan sekali kali Anda ingin berhasil secara Instan, baik itu bisnis online maupun offline semua itu butuh proses untuk kesana dan perlu waktu untuk menuju puncaknya. Jika Anda tergiur berbisnis karena hasil yang cepat, maka bersiap-siap pula untuk hancur cepat, istilah “hal yang dibangun dengan instan, akan roboh secara instan pula”.

Mie instan aja perlu proses untuk membuatnya, apalagi hal yang namanya SUKSES pasti perlu proses juga. Nikmati prosesnya dan jangan menyerah, taukah Anda jika Thomas A. Edison berhenti pada percobaan yang keseratus, maka bohlam tidak pernah akan jadi. Pada hakikatnya, ketika Anda berhenti di langkah ke 100 sesungguhnya pada langkah 101 itu akan terlihat jalan untuk sukses.

2. Jangan Berpikir GRATISAN

Salah satu kendala dalam berbisnis adalah pola pikir ingin yang gratisan, maksudnya sangat perhitungan untuk investasi ilmu, seperti ikut seminar, training, e-course, kursus, dll yang bertujuan untuk menambah skill berbisnis. Belajar secara gratis memang tidak mengeluar biaya, tetapi sebagai gantinya Anda akan menemukan trial & eror, dan harus siap untuk itu.

Jika Anda belum mempunyai dana, maka belajar yang gratisan juga tidak mengapa tetapi sebagai gantinya Anda harus mengorbankan waktu untuk belajar, sampai menemukan formula yang tepat pada bisnis Anda.

3. Siap dan Berani Untuk GAGAL

Entah mengapa dan bahkan kebanyakan orang yang sampai pada titik sukses pada bisnisnya itu pernah merasakan yang namanya gagal, sudah menjadi rumus orang yang sukses itu adalah memiliki jatah gagal mereka masing-masing. Jadi untuk Anda yang mulai terjun ke dunia entreprenuer jangan takut untuk gagal, kerjakan yang terbaik niscaya hasil baik akan datang.

Salah satu cara untuk meminimalisir kegagalan tersebut dengan belajar pada orang yang sudah sukses dan jangan turuti kegagalannya, itulah cara terbaik untuk meminimalisirnya.

Kesimpulan

Demikian artikel mengenai pengertian entrepreneur dan mindset dasar yang harus dibangun agar sukses didalam bisnis, semoga tulisan saya kali ini memberikan manfaat untuk Anda dan ke depannya menjadi sumber inspirasi dan rujukan.

Semoga Bermanfaat & Salam Berbagi 🙂

Sumber: http://www.bisnisrumahanpemula.com/