439900196_122111878004276244_5532957664471814876_n

Kalimat Kaum Terjajah (01): Orang Papua Pasti Bisa, Anak-Anak Papua itu Pasti Bisa!

Pembuka

Kita sering mendengar atau mengucapkan dua kalimat berikut ini,

  1. Orang Papua itu pasti bisa
  2. Anak-anak Papua itu pasti bisa

asal dikasih kesempatan sedikit, kita/ mereka pasti bisa.

Artinya, karena tidak ada kesempatan, maka orang Papua/ anak-anak Papua ada dalam kondisi seperti yang ada saat ini.

Media Kalimat dalam Konteks Kondisi Empirik dan Psikologis

Kita perlu memahami “konteks” dari sisi apa yang ada dalam pikiran, dan konteks apa saja yang ada dalam realitas kehidupan, yang melahirkan pernyataan di atas.

Kalau kita telusuri faktanya, mąka yang pertama, konteks yang ada di luar, yaitu dalam realitas kehidupan orang Papua di West Papua dan di Indonesia kita ketahui misalnya orang Papua tidak memiliki kios atau toko besar, orang Papua kelihatan tinggal miskin dan sepertinya menderita dan sebaliknya kaum pendatang terlihat jelas kaya-raya dan menikmati kehidupan di dalam negara Indonesia yang merdeka.

Kondisi ini selalu memicu rasa cemburu, atau rasa tidak senang, yang mengakibatkan Orang Asli Papua (OAP)  merasa “marah” bahkan “dengki” terhadap orang Indonesia yang ada di Tanah Papua. Sikap ini juga muncul terhadap orang Indonesia dan negara Indonesia pada umumnya. Sikap orang Papua jelas-jelas tidak bersahabat, tidak menerima baik, tidak bahagia melihat orang Indonesia ada di Tanah Papua.

Kemudian, aspek yang kedua ialah konteks psikologis di dalam diri orang Papua sendiri bermasalah. Sudah lama orang Papua dicap bermacam-macam oleh orang luar, orang non-Papua:

  • orang kafir,
  • orang zaman batu,
  • orang pemabuk,
  • orang pemalas,
  • orang tidak bisa apa-apa dan sebagainya

Artinya orang luar menggambar dan mencap OAP dengan julukan-julukan ini. Gambar-gambar dengan nama-nama yang merendahkan martabat bangsa Papua ini diucapkan oleh berbagai pihak: pertama-tama oleh gereja mencap OAP orang kafir, zaman batu dan bahkan kanibal. Gambar-gambar ini kemudian diberikan kepada OAP untuk dipakai dan mengatakan, “Ini gambar diri kami!”

Kemudian, oleh orang LSM mengatakan Orang Papua miskin, tidak berdaya, selalu dibunuh, oleh orang Indonesia, termarjinalkan oleh negara, dan oleh karena itu harus dibela dan ditolong. LSM menggambar orang Papua di pihak korban, pihak lemah, pihak tidak dapat berbuat apa-apa tanpa bantuan dari luar, terutama oleh LSM yang hadir sebagai pembala masyarakat sipil. Gambar ini juga diberikan kapada OAP, dan OAP memegangnya dan menunjukkan kepada dunia betapa lemah dan perlu ditolong oleh orang luar.

Janganlah heran bahwa mata orang Papua sella keluar Negeri. Minta makan, minta mandi, minta tidur, minta otonomi minta merdeka, semua melihat keluar, di luar Negeri sana, di mana ada orang barat sana, di mana ada orang Jawa sana. OAP jarang melihat kekuatan dan modal yang dia miliki sendiri.

Yang terakhir, oleh berbagai aparatur pemerintah, baik sipil, polisi maupun tentara, yang memberikan nama-nama anek-aneh: bodoh, kolot, zaman batu, teroris, KKB, suku-suku terasing, OPM, dan berbagai nama yang bersifat membedakan Orang Papua dari orang Indonesia.

Dampaknya

Dampaknya orang Papua mendapatkan gambaran diri bahwa ia tidak bisa! Tidak bisa jadi kaya, tidak bisa jadi pintar, tidak bisa mengelola hidup dan kehidupan. Pokoknya tidak bisa apa-apa. Ia pemberontak. Ia terrorns, Ia separatis. Ia OPM, dan oleh karena itu layak dikejar-kejar dan dibunuh.

OAP-pun terindimidasi, terendahkan martabatnya, melihat dirinya tidak berdaya di Tanah leluhurnya sendiri.

Reaksinya

Reaksinya kita telah katakan sebelumnya, keluarlah kalimat-kalimat seperti diuraikan dalam pembukaan di atas, yaitu

Orang Papua juga bisa. Anak-anak Papua juga bisa. Asal diberikan bimbingan, dorongan, pendanaan dan dukungan sedikit saja, pasti bisa.

Menggunakan kata “juga” dan “pasti” menunjukkan ada komplikasi dalam nalar orang yang mengucapkannya. Berarti ia sedan membandingkannya dengan orang lain, dan pada saat yang sama mengkleim yang satu harus diperhatikan, harus ditolong, harus…..karena pada saat ini tidak ada pada posisi sebagai tuan atas Tanah leluhurnya.

Penutup: Oleh karena itu maka….

Ada masalah mendasar dalam pola pikir orang yang mengucapkan kalimat-kalimat ini.

  • Pertama, bahwa orang Papua yang mengatakan kalimat-kalimat ini sendiri jelas-jelas berada pada posisi lemah. Kalau yang masih kuta tidak mungkin mengeluarkan kalimat ini.
  • Kedua, bahwa orang Papua yang mengatakan kalimat-kalimat ini pasti selau mencari-cari kesalahan orang atas kekurangan dan kelemahan, kondisi yang dialaminya. Oleh karena itu, belajarlah bertindak, bukan menunjuk jari kepada orang lain, akan tetapi mengintrospeksi diri dan memacu diri.
  • Ketiga, yang menjadi masalah sebenarnya bukanlah kesempatan, dukungan, dorongan, pendanaan dan lain-lain, akan tetapi mentalitas budak yang mengeluarkan kata-kata seperti ini-lah yang bermasalah. Oleh karena itu, paculah diri, bersainglah dan maju. Jangan menoleh kiri atau kanan, depan atau belakang. Tunduklah ke bawah, dan angkatlah hati ke atas, dan melaju ke depan. Niscaya tercapai cita-cita kita bersama.
445351402_2075086822877150_166234927163825042_n

Dr. Ibrahim Peyon tenting Teori Penyebaran Manusia di Dunia

Selama saya mengasuh kuliah teori antropologi, dan setelah baca buku-buku antropologi tentang teori evolusi, migrasi dan difusi muncul jiwa pemberontakan dalam diri saya, bahwa teori evolusi ala Barat /modern ini tidak bisa diterima sepenuhnya. Karena ada alasan-alasan mendasar, beberapa diantara sebagai berikut:

Pertama, bukti-bukti yang mereka ajukan tidak konsisten dan limit waktu yang telah ditentukan selalu berubah-ubah sesuai dengan usia penemuan materi baru.

Kedua, dalam etnografi yang digambarkan jelas, tetapi kesimpulan yang diambil selalu dibelokan.

Ketiga, teori migrasi yang dibangun ke Pasifik dan Australia mengikuti jalur yang pernah di lewati oleh kolonial Eropa demi kepentingan kolonialisme mereka, maka ini dinilai sebagai teori pembenaran kolonialisme itu.

Keempat, teori Trihibrid oleh Birdsell tentang tiga gelombang migrasi manusia dari Sundaland ke Sahuland tidak terbukti secara materi baik, materi arkeologi maupun hubungan genetik, karena itu banyak antropolog tolak teori ini. Birdsell sendiri tidak menunjukkan bukti-buktinya. Dalam rangka untuk membuktikan teori itu, studi genetik tahun 2022 yang melibatkan banyak ahli dari berbagai universitas dengan sampel dari Asia, New Guinea dan Aborigin Australia, menemukan tidak ada hubungan genetik antara Asia dengan Aborigin dan Papua. Aborigin dan Papua konsisten 90-100 persen independent, tidak terhubung dengan Asia. Ada hubungan DNA Eropa dan Asia ditemukan di Australia dan New Guinea itu setelah kontak dengan Eropa, dan lebih jauh ke belakang adalah terkait kontak dengan penutur Austronesia. Dengan itu, studi ini menyimpulkan bahwa tidak pernah terjadi gelombang migrasi satu, dua dan tiga seperti disebutkan oleh Birdsell dalam teori Trihibridnya tentang gelombang migrasi tiga ras itu yakni: ras Oseanik Negritos dari Andama, Malasya dan Filipina; ras Carpertarians dari India; dan ras Murrayan dari Ainu di Jepang. Penelitian terbaru ini membuktikan bahwa orang Aborigin dan Melanesia menempati wilayah mereka hanya sekali, sejak mereka ada di Benua Sahul.

Kelima, tahun 2008 ada hominid baru ditemukan di Siberia, tangan kelangkang dari seorang gadis kecil yang diberi nama Denisovan sesuai nama gua tempat penemuan tulang itu. Denisovan adalah seorang gadis yang usianya diperkirakan 40.000 tahun. Para ahli perkirakan sekitar, 2,7-5% genetik homo ini ditemukan diantara penduduk yang mendiami di pulau-pulau pantai utara New Guinea, tetapi di tanah besar New Guinea tidak ditemukan hubungan genetik dengan Homo ini. Hal ini masuk akal karena proses migrasi penutur Austronesia dan kompleks budaya Lapita di wilayah tersebut terjadi sejak 3.000 tahun lalu.
Sebuah studi lain adalah penemuan hominid baru tahun 2016 sebagai leluhur orang Papua Melanesia dan Aborigin di Australia. Penemuan genetik dari Homo baru ini membuktikan bahwa orang Melanesia dari Fiji ke Raja Ampat berasal dari campuran DNA homo ini, orang asli Australia juga telah diidentifikasi keturunan dari homo yang sama ini. Mereka hubungkan dengan teori Evolusi keluar dari Afrika, dan diperkirakan leluhur Aborigin dan Papua keluar dari Afrika 72.000 tahun lalu, dan menduduki Sahul sekitar 50.000 tahun lalu. Tetapi, teori ini bertolak belakang dengan penemuan materi di Huon yang berusia 65.000 tahun lalu. Jauh sebelum 15.000 tahun dari perkiraan teori mereka. Hal ini mengambarkan para ahli sulit menemukan asal usul orang Papua dan Aborigin, dan hanya orang asli Papua dan Aborigin yang tahu rahasia ini. Akan tetapi, yang penting adalah Aborigin dan Papua berasal dari satu hominid yang belum teridentifikasi dan dinyatakan oleh para ahli sebagai keturunan manusia yang paling tertua.

Selama tiga tahun lebih, saya meneliti sejarah penciptaan dan persebaran orang Papua dan Aborigin di Australia melalui berbagai referensi dan cerita masyarakat asli. Saya merasa terheran-heran, karena semua cerita ini memiliki suatu kesamaan, bahwa leluhur orang Papua dan penduduk asli Australia itu berasal dari Pulau New Guinea. Oleh karena itu, orang Aborigin sebut New Guinea “Muggi Dowdai” atau Negeri Besar, meskipun secara realita Australia Benua besar. Tetapi, yang dlihat bukanlah ukuran benua, melainkan sejarah asal usul manusia.

Saya baca buku-buku etnografi orang pegunungan di PNG dari suku-suku kelompok Min yang pusatnya di Telefomen, atau suku-suku ke sebelah timur dari Oksapmin, Hewa, Duna, Yogaya, Hela, Enga dan Melpa, mereka menyatakan leluhur mereka berasal dari sebelah barat New Guinea. Saya juga baca buku-buku etnografi dari suku-suku di sebelah barat dataran tinggi New Guinea, seperti Lani, Damal/Amungme, Mee, dan Moni, dan mereka bilang leluhur mereka datang dari arah timur.
Semua menunjuk di bagian tengah dataran tinggi New Guinea, ini berbeda dengan sejarah di kepala burung dan pulau-pulau yang saya baca. Tetapi, di Pulau Biak misalnya ditemukan ada kesamaan, karena leluhur orang Biak sepasang suami-istri itu datang dari timur dan terdampar di sebuah bukit di Biak Utara. Meskipun Biak secara linguistik penutur bahasa Austronesia.
Setelah saya baca ini, saya ingat kembali dalam suatu seminar yang diadakan oleh DAP dan DPRP di Grand Hotel padang Bulan, dimana saya menjadi salah satu pemateri bahwa beberapa peserta dari pantai selatan khusus Asmat dan beberapa dari pantai Utara mengatakan bahwa leluhur mereka turun dari gunung.

Kisah ini sama dengan buku etnografi yang saya baca tentang orang Waropen, sebagian klen mereka turun dari pedalaman. Selain itu, saya juga menemukan banyak klen yang sama tersebar di banyak suku yang secara geografis perjauhan, seperti klen Giay di Paniai dan Genyem, Kambu di Ayamaru dan Sentani, klen Sama di Yalimu, suku Mek, Boven Digul dan Bade di suku Yaghai, klen Wenda/Wonda di suku Lani dan Wanda di Serui/Wandamen, klen Malo di Pegununggan Bintang dan di Genyem, dll. Meskipun, kadang berbeda dengan sejarah penciptaan dari tiap suku yang ada, tetapi menurut saya perbedaan itu sebagai proses evolusi, adaptasi alam, dan proses akulturasi.

Berdasarkan itu, kesimpulan sementara saya bahwa leluhur orang Papua itu pertama kali muncul di salah satu tempat di dataran tinggi New Guinea kemudian tersebar ke seluruh Melanesia, Australia, Polinesia dan Mikronesia, termasuk ke Maluku dan Timor, khusus penduduk yang berbicara bahasa Papua seperti di Alor dan 10 etnik di Halmahera Utara. Saya sebut Polinesia dan Mikronesia, karena hampir semua buku etnografi yang saya baca tentang etnik dan ras di Polinesia dan Mikronesia mengatakan banyak materi yang ditemukan di wilayah-wilayah itu adalah fosil orang Papua. Di Kuam dan Republik Mikronesia misalnya, ada banyak penemuan tengkorak orang Papua, dan ada ciri bercampuran antara ras Papua dengan Mikronesia. Di pulau Ester paling ujung timur dari Polinesia ditemukan tengkorak orang Papua berusia 30.000 tahun dan ada ciri-ciri percampuran Papua dan Polinesia di sana. Di pulau utara Selandia Baru misalnya, penemuan tengkorak 46% yang berusia 40.000 tahun adalah tengkorak orang kulit hitam. Jadi, jelas bahwa sebelum leluhur Polinesia dan Mikronesia saat ini, wilayah-wilayah itu telah dihuni orang Melanesia.

Berdasarkan studi literatur selama tiga tahun lebih ini, kesimpulan sementara, saya digambarkan dalam Gambar di bawah ini.

Bila ada yang ingin berdebat silahkan.

Mengapa digambarkan demikian? Teori evolusi belum selesai, para ahli masih berdebat teori monogenesis dan Poligenesis, ada penemuan Hominid yang berbeda di wilayah yang berbeda, teori migrasi lebih banyak dihubungkan di pesisir dan pulau, tetapi populasi asli di berbagai pulau dan benua konsisten mendiami pedalaman, banyak fosil yang ditemukan dari daerah pesisir, tetapi belum banyak yang ditemukan di pedalaman. Para ahli melihat sesuatu dari luar, menduga-duga, seperti seorang asal pegunungan Papua turun ke Danau Sentani, duduk di pinggir danau itu dan mengatakan ada babi besar hidup dalam Danau Sentani. Ia tidak tahu kalau di dalam Danau Sentani ada berbagai jenis ikan. Itulah yang ditulis oleh ahli tentang asal-usul manusia Melanesia, Australia dan Pasifik.

Maka kesimpulan limit waktu yang ditentukan oleh ahli arkeologi adalah penemuan fosil dan materi dari pesisir pantai, yang baru terjadi beberapa ribu tahun lalu. Ini juga kita bisa dihubungkan jauh ke belakang di masa klasial, pemisahkan pulau satu dengan lain dari benua pangea akibat pencairan es, dan penghuni di pulau-pulau itu, ada arus migrasi di pesisir dan ada pemukim asli tetap di pedalaman. Teori ini, kita di Melanesia jelas ada migrasi penutur Austronesia dan proto Melanesia sebagai penduduk asli, ada percampuran di pulau-pulau pantai utara, Polinesia, Mikronesia termasuk Maluku antara penutur bahasa Papua dan Austronesia.