Revolusi Mental Pengusaha Papua: Seluruh Dunia Tahu Papua Kaya, tetapi….

Tetapi orang Papua tidak tahu kalau dia dianggap dunia “kaya”. Dilema besar buat saya saat saya melhat banyak orang Papua merasa diri miskin, menganggap diri tidak berdaya, dan selalu berpikir untuk orang luar membantu-nya. Ini yang selalu saya sebut sebagai mentalitas budak, dan Pdt. Dr. Benny Giay bahwa orang Papua memenuhi syarat untuk dijajah. Alasannya jelas, orang Papua sendiri tidak percaya diri, tidak pernah sadar, dan tidak mau sadar, bahwa dia sudah kaya, dan yang harus dia lakukan adalah menyambut pengakuan itu dan menjadikannya bagian dan pengalaman dalam hidupnya.

Padahal dalam kita suci maupun dalam berbagai pernyataan tokoh, ilmuwan dan motivator kita sering sadar betul bahwa “Dunia ini diciptakan oleh Firman, karena Firman itu ada bersama-sama dengan Allah”. Firman itu ialah kata-kata, apa yang Tuhan katakan, apa yang dunia katakan, apa yang sesama katakan. Kalau Firman Tuhan berdaya-cipta, maka perkataan dari kita manusia yang diciptakan serupa dan segambar dengan Allah memiliki kata-kata yang berdaya-cipta pula.

Untuk menikmati pengakuan dunia itu, maka orang Papua harus-lah pertama-tama turut mengiyakan, lalu kedua meyakini, dan ketiga, menjalani kehidupan sebagai orang kaya, berpikir sebagai orang kaya, berkata-kata sebagai orang kaya, dan berperilaku sebagai orang kaya.

Kalau itu yang terjadi, saya yakin, tanah Papua yang kaya-raya ini juga akan mendukung kita dalam upaya mewujudkan perkataan orang di dunia itu.

Setelah mengakui realitas dan perkataan orang, menjadikannya bagian dalam hidup, maka kita berjuang sekuat-tenaga untuk menjadi kaya.

Tidak ada cerita di mana-manapun, orang yang kaya menjadi kaya karena tinggal di negeri kaya-raya. Yang ada ialah, mereka yang berjuang dan mengeluarkan keringat-lah yang pernah menjadi kaya. Karena sudah banyak diceritakan, ada juga tikus-tikus mati di lumbung padi. Nasib bangsa Papua sama dengan itu. Walaupun sudah diakui dunia, walaupun sudah diberikan banyak uang lewat Otsus, walaupun ada tindakan afirmatif dalam kebijakan demi Orang Asli Papua (OAP), selalu saja menganggap semua ini cukup, maka kita akan menjadi bagian dari bangsa-bangsa termiskin di dunia, hidup di salah satu negeri terkaya di dunia.

Salah siapa?

Dekolonisasi Pemikiran Pengusaha Papua: Menjadi Kaya adalah Pilihan Saya!

“Menjadi kaya adalah pilihan saya!”, artinya saya menjadi kaya bukan karena nasib, bukan juga sebab takdir, apalagi disebabkan oleh pihak lain. NKRI tidak menjadikan saya kaya. Orang Jawa tidak menjadikan kaya. Apalagi misionaris bule tidak menjadikan saya. Saya menjadi kaya karena itu pilihan saya. Pilihan saya itu saya wujudkan lewat perjuangan dengan langkah-langkah yang jelas untuk menjadikan saya kaya.

Sama halnya dengan itu, menjadi miskin juga adalah pilihan saya. Oleh karena itu, jangan salahkan NKRI, tidak  usah salahkan orang Jawa, malu kalau kita salahkan orang Makassar. Mereka menjadi kaya karena mereka mau menjadi kaya. Mereka menjadi kaya karena mereka berjuang sekuat-tenaga untuk menjadi kaya.

Alam Papua yang kaya-raya tidak otomatis berarti orang yang tinggal di atas tanah Papua juga kaya-raya. Prinsip ajaran agama dan adat mengatakan “ora et labora” alias “Kenggi Abolok Kambe Abolok”.

Uang Otsus yang melimpah-ruah datang ke Tanah Papua tidak otomatis berarti orang Papua akan menjadi kaya-raya secara mendadak. Karena uang-uang Otsus itu harus dikelola oleh orang-orang Papua, entah di pemerintahan maupun di dunia usaha menjadi bermanfaat bagi kita orang Papua.

Konyol kalau kita memakai cara berpikir dan bermentalitas tukang sulap, karena semua hal kita anggap semudah membalikkan telapak tangan.

Orang Papua yang mandiri, dan yang akan membangkitkan dan mensejahterakan tanah dan bangsa Papua ialah orang-orang Papua yang punya keputusan dan komitmen jelas untuk menjadi kaya, bukan karena dikayakan, tidak karena diperbantukan, tetapi karena dia memiliki keinginan dan disusul kerja-keras untuk menjadi kaya.

Apakah Anda salah satu di antara orang-orang Papua yang sudah melakukan dekolonisasi pemikiran untuk menjadi kaya, ataukah anda masih terjajah dalam pemikiran dan berpikir semua kebaikan harus datang dari Jakarta?

Hanya Anda yang tahu jawabannya! Semoga membantu kita berpikir sejenak! Wa, Wa, Wa!